Rabu, 19 Juni 2013

Cuplikan Novel The Book part 2


Hye Soo dan Soo Jung terbangun.
          “Kakak… kita dimana?” Tanya Hye Soo melihat ke sekitar.
          “Aku tidak tahu,” jawab Soo Jung. Saat membantu Hye Soo bangun, tiba-tiba segerombol angkatan perang mengerubungi mereka.
          “Siapa kalian?” Tanya seseorang yang ternyata adalah kapten dari pasukan ini. Saat membuka helm-nya, tak disangka dia adalah Soo Jung.
          “Ah???” Soo Jung dan Hye Soo saling bertatapan.
          “Aku Tanya sekali lagi, siapa kalian?” tanyanya dengan nada yang lebih tinggi.
          “Lebih tepatnya siapa kau? Dengarkan aku baik-baik. Aku Han Soo Jung. Kami tak tahu apa yang sedang terjadi disini. Tapi, kami yakin kau adalah salah satu peran drama yang sedang melakukan gladi bersih jadi, selamat tinggal.” Ujar Soo Jung lalu mengajak adiknya pergi.
          Kapten itu mengeluarkan pedangnya lalu mengayunkannya ke arah mereka berdua.
          “Aku Nichole, dan aku kapten armada perang kerajaan. Aku yakin kau tidak berasal dari sini dengan pakaian anehmu,” ujar Nichole. Soo Jung melirik ke arah langit. Awan-awan memberi petunjuk dengan membentuk angka 1523.
          “Bagus sekali. Sekarang aku berada di tahun 1523,” ujar Soo Jung dalam hati.
          “Apa yang kau inginkan?” Tanya Soo Jung
          “Kami ingin menghindar dari monter yang sangat jelek bernama Arginor. Ia akan menyerang kami. Dan kami yakin kau adalah bagian dari pasukan Arginor.” Mendengar kata-kata tersebut, Soo Jung teringat kalimat yang dibuat adiknya di buku biru 10 menit yang lalu.
          “Aku mengerti apa yang terjadi sekarang,” Soo Jung berkata kepada Hye Soo yang masih kebingungan.
          “Lalu apa yang harus kami lakukan sekarang?” Tanya Soo Jung.
          “Mau tak mau kalian tahanan kami. Kalian akan menghadap kepada yang mulia Ratu Alessa.” Ujar Nichole lalu mengawal mereka menuju kerajaan.
          Pemandangan yang indah seperti burung berkicau, Gunung biru, dan lainnya membuat Hye Soo dan Soo Jung menikmati perjalanannya sebagai tahanan.
          “Kita sudah sampai.” Ujar Nichole saat berhenti di sebuah tanah lapang.
          “Apa yang kau bicarakan?” Tanya Soo Jung. Tiba-tiba tanah terbelah menunjukkan sebuah jalan. Hye Soo dan Soo Jung hanya bengong melihatnya. Saat mereka memasuki kerajaan yang putih bersih, yang mulia Ratu Alessa sudah berada di tempat.
          “Yang mulia,” ujar Nichole memberi penghormatan sementara Hye Soo dan Soo Jung menunduk.
          “Ada apa gerangan Nichole anakku?” Tanya Ratu.
          “Kami membawa tahanan baru.” Jawab Nichole.
          “Tahanan baru? Tatap mataku,” ujar Ratu.
Saat mereka menegakkan kepala…
          “Mom!” teriak mereka.
          “Lancang!” Nichole mengayunkan pedang dan…
          “Kakak!” teriak seseorang yang ternyata adalah Hye Soo yang lain.
Hye Soo dan Soo Jung terpana melihat penampilannya.
          “Putri Clara, kau sudah bangun,” ujar Ratu Alessa menyambut putrid keduanya, Clara.
          “Yang mulia Ratu, kita belum mengetahui seluk beluk orang asing ini. Mungkin kita bisa salah sangka. Tetapi, menurutku, kita bicarakan baik-baik bersama mereka dan…”
          “Apa yang kau lakukan?” Tanya Nichole memotong.
          “Nichole… Biarkan adikmu bicara…” ujar Ratu tersenyum.
          “Baik yang mulia…” ujar Nichole lalu Ratu memberi aba-aba kepada Clara untuk meneruskan.
          “Dan mungkin… kita perlu menyediakan tempat beristirahat untuk mereka,” ujar Putri Clara lalu menengok ke arah mereka sambil tersenyum.
          “Tempat beristirahat? Tidak bisa. Aku tidak setuju dengan hal ini. Aku tak ingin orang asing ini menjadi… tamu…” ujar Nichole.
          “Kita sudah membicarakan ini, Nichole. Sewaktu kau masih kecil kau lebih memilih menjadi armada perang dibandingkan menjadi pewaris tahta. Intinya, semua keputusan berada di tangan Ratu. Bukan pada dirimu. Jadi, bersikaplah seperti seorang ksatria.” Ujar Ratu Alessa.
          Nichole, sangat ingin di panggil oleh siapapun ksatria. Ia ingin membela kerajaan.
          “Menurutku, apa yang dikatakan oleh Putri Clara adalah benar. Tidak ada salahnya untuk memberikan tempat berteduh,” ujar Ratu Alessa lalu Putri Clara tersenyum. Sempat terjadi beberapa kali perdebatan antara Putri Clara dan Nichole, namun diakhiri dengan ucapan Putri Clara
          “Aku yakin kau sangat ingin menghukum mereka. Tapi, ini keputusanku sebagai tuan putrid. Kau hanya kapten armada perang dan aku berhak memerintahmu,”
          “Baik yang mulia,” jawab Nichole
          Hye Soo dan Soo Jung dipersilahkan beristirahat. Setelah sampai di kamar, mereka berganti pakaian ala kerajaan. Putri Clara ingin berbicara kepada mereka sebentar.
          “Nona, apakah anda ada di dalam? Saya, Putri Clara ingin membicarakan beberapa hal.” Ujar Putri Clara lalu Soo Jung membukakan pintu.
          “Silahkan masuk putri,” ujar Soo Jung.
          Putri Clara langsung buru-buru membereskan pakaian cadangan dan makanan.
          “Tuan Putri?”
          “Kalian… berasal dari tahun 2013?” Tanya Putri Clara
          “Bagaimana anda…”
          “Dengar, kalian berada disini untuk sebuah alasan. Dan kalian ditakdirkan untuk menemuiku. Kalian, berada dalam bahaya besar. Apa kau membawa bukunya?” Tanya Putri Clara.
          “Tidak… tuan Putri…” jawab Hye Soo.
          “Kau sebaya denganku. Panggil aku Clara.” Ujar Clara lalu dia mengajak mereka untuk pergi. Di belakang terdapat Nichole yang membuntuti.
          “Karena kalian tidak membawa bukunya, aku harus memberikan mantra agar kalian dapat kembali ke masa kalian.” Ujar Clara. Ia mengeluarkan beberapa bubuk putih.
          “Apa itu?” Tanya Hye Soo.
          “Ini bubuk Clarian. Bubuk ini dapat membawa kalian kembali. Aku punya banyak yang seperti ini. Karena aku yang membuatnya. Masalahnya kita membutuhkan beberapa air zam-zam. Aku punya satu botol.” Ujarnya lalu mulai mencampur keduanya menjadi sebuah Cahaya berkilauan.
          Sekarang putri Clara sedang mengatur tahun berapa mereka akan pergi. Ia memutar tuas ke kanan, yang berarti tuas menuju masa depan.
          “Clara, apa yang kau lakukan? Kau akan membawa mereka pulang?” Tanya Nichole.
          “Ini yang terbaik untuk kita semua,” Clara memutarkan poros otomatis kepada tuasnya. Nichole mencoba mendorong Clara saat itu pula tuas tersenggol ke arah kiri. Mereka semua terdorong masuk.
          “Aaaaaaah!!!!!!!!!!!!!!!!!”
BRUUUK!!!!!!!!!
          Mereka terjatuh. Jarak mereka masing-masing sekitar 17 meter.
          “Clara!!!!!” teriak Nichole dari kejauhan. Hye Soo mencoba untuk bangun, namun lagaknya tak bisa.
          “Hye Soo…” ujar Soo Jung membantu Hye Soo.
          “Dimana kita??” Tanya Soo Jung kepada Clara.
Saat Clara memejamkan mata, ia mencoba mengkoneksikan diri pada keadaan alam sekitar.
          “Abad 17”
          “APAA???!!!!!” teriak mereka serempak.
          “Abad 17? Apa yang terjadi? Bukankah kau membawa kita kembali ke tahun 2013?” Tanya Soo Jung.
          “Tuas berputar ke arah kiri. Menuju ke masa lalu karena aku dan Nichole bertengkar. Maaf,” ujar Clara
          “Maaf?” Tanya Nichole menyindir
          “Tidak apa… yang penting sekarang adalah kita selamat. Terima kasih, Clara,” Hye Soo tersenyum

Inilah cuplikan Novel ketigaku, yang berjudul The Book. aduh... bingung yah? siapa sih Hye Soo? kenapa ia dan kakaknya bisa masuk ke masa lalu? Kepoooo tunggu terbitannya yaaa :))

Cuplikan Novel Chakima Family part 1



          Seperti biasa, Sebagai Siswi kelas 8 SMP, harus bangun pagi-pagi sekali. Namaku Chika Chakima. Aku lebih rajin daripada kakakku Chiko, ataupun kedelapan adikku. Yaitu Chiku, Choki, Chaka, Chaki, Choka, Chaku, Chiki, dan Choko.
          “Chika jangan menginjak mainan Choko, karena aku yakin dia akan menangis.” Ujar Ibu, orang tersibuk di dunia. Semuanya dilakukan oleh ibu. Ayah, selalu bekerja paruh waktu tanpa henti.
          “Saatnya aku pergi. Sebulan lagi aku akan pulang.”
Chiko, sudah menempati bangku SMA. Ia sangat menyayangi pacarnya, yang bernama Caroline.
          “Aku akan menemuimu di kelas… aku janji…” ujarnya suatu hari di telepon genggam.
Chiku, laki-laki yang sangat egois. Tak pernah sesekali mementingkan orang lain. Menurutku, apabila Ia kelak menjadi miskin, aku TIDAK AKAN PERNAH memungutnya dan menganggapnya sebagai adikku.
          “Aku tak ingin memberimu uang karena nantinya aku akan bangkrut. Aku tidak mau uang sakuku dikurangi untuk pengemis sepertimu!” ujarnya kepada seorang pengemis yang datang ke rumah.
Choki. Ia sekarang kelas 5 SD. Sangat suka merusak barang terutama barang adik-adiknya. Tak pantas disebut sebagai, ‘kakak’
          “Ini adalah hakku  untuk mengambil mainanmu… hahaha…”
Chaka, Chaki, dan Choka. Mereka adalah anak kembar. Tidak kembar identik, namun masing masing selisih usia mereka 5 menit. Sifat yang dimiliki sangatlah berbeda. Chaka, anak yang ambisius.
          “Tidak! Jawaban yang benar adalah Endonesia! Bukan Indonesia!”

Chaki, si pendiam yang hanya dapat angguk-angguk atau geleng-geleng.
Choka. Berbadan besar dan paling bisa menghabiskan makanan di rumah. Mereka bertiga sekarang duduk di kelas 3 SD.
Chaku. Hm… Lumayan baik, namun ia sangat usil, jail, dan ceroboh.
          “Aku tidak menempelkan permen karet itu. Aku mulanya aku mengunyahnya.”
Baiklah. Sekarang Chiki. Chiki adalah satu-satunya perempuan di 10 bersaudara ini, selain aku. Chiki masih duduk di TK-A. Mungkin belum begitu terlihat sikapnya. Tapi aku akui, dia adalah siswi yang bola matanya dikelilingi oleh uang.
“Aku mau itu… aku mau ini…”
Choko. Belum bisa dilihat sikapnya. Yah… dia adalah bayi usia 6 bulan.
          Sedangkan aku, Sebagai kakak perempuan, Selalu mendapat imbasnya. Melerai Chaka dan Choki, menyembunyikan makanan dari Choka, menghalangi Chaku menjaili adik-adik… dan aku menjadi panutan yang harus bersikap sebaik mungkin.
“Choko, jangan gigit garpu…” ujarku menarik garpu tersebut.
“Oeeee!” Choko menatapku dengan wajah yang sembap.
“Aw… aku hanya bercanda… oke?” Ujarku lalu menggendongnya.
“Chika tidak ada waktu lagi untuk berbasa-basi. Adik-adikmu harus berangkat sekolah sekarang. Jadi, mungkin Chiko akan mengantar kalian.” Ujar Ibu yang sudah selesai membereskan sisa-sisa sarapan pagi ini.
“Aku akan menyetir.” Ujarku menyerahkan Choko kepada ibu.
“Tidak. Kau belum diizinkan.” Ibu melarang dilengkapi gerakan tubuh.
“Apa kau tahu seberapa lama Chiko menelpon pacarnya?” Tanyaku mengingatkan setiap saat Chiko menyetir ia selalu menelpon kekasihnya dalam waktu kurang lebih 30 menit.
“Akan kuberitahu dia nanti,” ujar Ibu lalu melanjutkan pekerjaannya.
“Aku lebih baik naik bus kota,” ujarku lalu pergi. Pagi-pagi begini aku yakin akan ada yang mengacaukan pagi indahku. Siapa lagi kalau bukan tetangga sebelah, Andreas Matulessi. Ia… suka sekali membuntutiku. Seperti Bodyguard.
“Selamat pagi… Chika Chakima. Aw… keluarga harmonis yang selalu aku suka.” Ujar Andreas.
“Setiap pagi kau mengatakan hal yang sama. Dan kau tahu itu. Untuk apa kau melakukannya?” tanyaku bingung.
“Aku tak tahu.” Ujar Andreas menggelengkan kepalanya.
“Hei, Chika... Kau mau ikut lomba tidak? Kudengar kau mahir membuat karangan seperti Lagu,” Ujar Andreas berjalan mengikutiku.
“Aku tidak begitu tertarik mengikuti lomba seperti itu. Kau mengikuti lomba tersebut Andreas?” tanyaku.
“Tidak... aku tidak mahir dan aku tak begitu suka.” Andreas menggelengkan kepalanya. Ia menunjukkan ekspresi tidak suka.
“Memang apa hadiah untuk lomba tersebut?” tanyaku.
“Lumayan banyak. Ada SmartPhone, TV LED, banyak deh!” Andreas membujuk.
Aku sebenarnya tidak begitu tertarik karena harus masih mengurus adik-adikku yang bawel.
          Sesampainya di Halte Bus, aku melihat Anin, Teman sekelasku yang sangat pendiam. Setiap hari ia selalu berangkat pagi-pagi untuk membersihkan mejanya dari kotoran ayam yang selalu diberikan oleh teman nakalku, Aldo.
          “Hai nin,” ujarku pelan. Aku duduk disebelahnya. Andreas menyusul dari belakang, membawa Botol Aqua 1 ½ Liter.
          “Andreas, untuk apa itu?” tanyaku.
          “Apanya?” tanya Andreas bingung.
          “Itu...” ujarku menunjuk botol minum yang dibeli Andreas.
Andreas melihat kearah botol minumnya.
          “Ooooh, Ini? Ini adalah persediaan minumku. Sehari aku bisa menghabiskannya.” Andreas tersenyum manis.
          “Anin, kau sudah mengerjakan Tugas dari bu guru matematika?” tanyaku.
Anin mengangguk. Ia adalah seorang yang sangat pendiam.
          Bus Trans sudah tiba. Banyak penumpang yang masuk sehingga terpaksa aku dan Andreas berdiri. Anin sudah dapat tempat duduk. Ia sangat beruntung, batinku.
Saat seorang nenek sedang mencari tempat duduk, Anin segera berdiri mempersilahkan nenek itu duduk. Subhanallah...
          “Baik sekali Anin…” ujarku kepada Andreas.
          “Kau seperti tidak tahu sikap orang-orang baik seperti itu… mereka selalu membawa buku kesana-kemari… Bersikap sopan… pendiam… sedangkan kau? Kebalikannya,” Sindir Andreas.
          “Setidaknya aku tidak mengerjai anak kecil saat mereka bermain,” ujarku memukul Andreas pelan.
          Sampai di sekolah. SMP Margarinch. Nama sekolah yang cukup aneh. Aku harus berjalan cukup jauh karena letaknya di Atas bukit, Bus tak mungkin naik.
          “Aku ingin menanyakan beberapa pertanyaan, kenapa ada orang sepertimu yang sangat menyebalkan?” tanyaku heran.
          “Mau tau kenapa?” Tanya Andreas. Aku mengangguk.
          “Karena itu takdir,” Bisiknya pelan.
Aku memandangnya heran, ia sangat bijaksana namun suka meledek orang. Dari kejauhan kau akan melihat payung kecil berwarna Pink, Seorang gadis dikelilingi Lima orang Body Guard. 2 Orang berbadan besar didepan, dua lagi dibelakang dan satu orang pendek membawa payung diserong. Namanya, Luciana Fernando. Ia adalah gadis yang sangaaaaaat kaya. Well, aku dan Andreas biasa saja kepadanya, tetapi tingkah lakunya baik, ia suka sekali fashion.
Tiba-tiba, seseorang menabrakku dari belakang. Ia adalah Fredric Arsenal. Ia sangat ceroboh. Ia pernah menumpahkan susunya kearahku, melempar ember berisi air kepadaku, Menginjakku… Errr… aku ingin sekali memukulnya. Tapi aku tak tega karena ia benar-benar tak sengaja. Ia hanya… perlu mengontrol dirinya.
Kita… Memiliki geng… bernama… Gopak. Terdiri dari aku, Andreas, Lucy, dan Fredric.
“Fred… aku ingin bertanya soal kemarin…” ujar Lucy. Fred adalah panggilan akrab dari Fredric.
“Soal itu… anu… Lucy… a… a… aku… tt… tidak sengaja…” Ujar Fred kepada Lucy. Lucy juga merupakan panggilan Luciana juga. By The Way, Lucy marah karena kemarin, saat kami belajar bersama di rumah Lucy, neneknya berkunjung. Fred baru keluar dari toilet untuk buang air… Karena lokasi kami dekat kolam renang, dan ada beberapa Pelayan sedang mengepel, Fred terpeleset dan menabrak neneknya Lucy sehingga keduanya tercebur kedalam air. Oh ya, Fred sempat menabrak papan Wet Floor yang sangat besar membuat kakinya mendorongnya sehingga mengenai kaki nenek. Kabarnya nenek harus mendapatkan perawatan di Rumah Sakit.
“Sudahlah…” ujarku menenangkan Lucy.
“Siapa yang marah? Aku tidak marah. Kita ini kan, teman. Betul?” ujar Lucy tersenyum ceria. Amarahnya hilang seketika. Ternyata itu hanya Akting.
“Betul…” ujar Andreas menepuk bahu Fred. Aku tersenyum melihat mereka.
Kringggg!!!!!!!!!!!!
Bel sekolah berbunyi. Gopak menuju kelas masing-masing. Ruangan kami berbeda, Andreas dan Fred ada di kelas 7A, aku berada di kelas 7B, sementara Lucy di kelas 7D.
          “Hai Chika…”
          “Hai Chika…”
          “Pagi Chika…”
          “Chika… apa kabar?”
          “Halo Chika…”
Pagi ini semua orang menyapaku. Aku hanya dapat menjawabnya dengan senyuman, karena tak ada kesempatan menjawab dengan ucapan. Mrs. Almond, guru seni tari memasuki kelasku. Padahal ini bukan jamnya. Sekarang seharusnya ia berada di ruangan 7A.
          “Morning Student…” ujar beliau ramah selagi memasang sesuatu di papan tulis.
          “Morning ma’am…” jawab murid-murid seraya mendekati Mrs. Almond. Mrs. Almond membalikkan badan yang membuat terkejut anak-anak lalu kembali ke tempat duduk masing-masing.
          “Saya akan mengumumkan sesuatu. Kemarin diadakan rapat guru tentang kesenian Drama dalam pentas seni yang diadakan bulan depan. Akhirnya, kami memutuskan akan memberikan tema yang berbeda dalam setiap perwakilan kelas. Dan tema untuk kelas 7B adalah… “Alice in Wonderland” Untuk nantinya dipertimbangkan oleh ketua kelas. Dalam pembagian peran.” Ujar beliau lalu berlalu.
Ketua kelas? Aku ketua kelas 7B. Now… what should I do???
          “Begini saja… kita akan mengadakan Voting untuk peran. Peran Alice in Wonderland sangat banyak. Pastilah semua mendapat peran.” Ujarku. 

Hm... itu belum sepenuhnya part 1 dari novel Chakima Family. Gimana? seru kan? pasti penasaran, tunggu terbitan novel keduaku ini yaaa
         

Cuplikan Novel Fate part 5


“Keith… mau apa kau dengan ramuan macademia?” Tanya Tuan Berry.
        “Kau ingin meracuni Noona?” Tanya Bryan. Noona menatap ketiganya secara bergantian.
        “Racun apa? apa yang kalian bicarakan ini?” Tanya Noona kebingungan. Tuan Berry dan Bryan saling berpandangan.
        “Bryan, bawa Noona.” Ujar Tuan Berry sambil mengendap-endap mengambil Vas bunga yang berada di belakangnya. Bryan menangkap tangan Noona lalu membawanya pergi menjauh. Keith jatuh duduk untuk menerima hukuman dari Tuan Berry. Ramuan macademia tumpah di lantai. Noona yang melihat kejadian itu langsung memelototi Bryan yang berada di belakangnya.
        “Apa-apaan ini? Bryan lepaskan aku!!!” teriak Noona mencoba melepaskan genggaman tangan Bryan. Mereka semakin menjauh. Dan semakin jauh.
        “Tuan…!!! Jangan sakiti dia…!!!” teriak Noona menangis.
Keith yang mendengar tangisan Noona menoleh. Wajah Noona tampak sangat sedih.
        “Ini balasan yang terbaik untukmu, Keith.” Ujar Tuan Berry mengangkat vas bunga tersebut.
        “Maafkan aku, Noona.”  Ujar Keith yang menyadari perbuatannya. Selama ini ia hanya mementingkan diri sendiri.
        “Mungkin, ini cara yang paling tepat untukku.” Ujar Keith. Ia tersenyum pada Noona, lalu menunduk dan memejamkan matanya.
        “Tuan…!!! Aku mohon… jangan…” teriak Noona. Lucy yang mendengar jeritan kakaknya langsung kaget.
        “Kakak…” ujarnya perlahan. Ia berlari menuju sumber suara. Saat Lucy melihat Tuan Berry, ia sangat shock.
        “Hyah!!!” teriak Tuan Berry mengayunkan Vas bunga ke arah Keith. Noona dan Lucy berteriak.
        “Tidak…!!!”
        PRAKK!!! Vas bunga sudah terpecah dan pecahannya berserakan di lantai. Namun bukan Keith yang terkena Vas bunga tersebut, melainkan Hana yang sedari tadi melihat apa yang terjadi. Ia sebenarnya bersembunyi di belakang pintu kamar mandi. Hana jatuh dan pingsan. Seluruh mata tertuju kepada Tuan Berry dan Hana secara bergantian. Begitu juga Bryan. Ia melepaskan genggamannya. Yang pertama datang menuju Hana adalah Keith.
        “Hana…!!!” Teriak Keith. Ia memeluk Hana dan langsung menahan darah yang terus bertumpahan keluar dari kepala Hana. Noona berlari ke arah Hana. Lucy berdiri terpaku pada tempatnya. Menangis sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Bryan menggotong tubuh Hana lalu memerintah Noona untuk memanggil Ambulan, sementara Keith menahan darah Hana yang terus keluar.
        “Hana…” ujar Keith perlahan. Ia mengingat saat pertama kali menjadi pelayan di keluarga Tuan Berry. Hana adalah pembantu terbaik pada masanya. Keith tampak terkagum-kagum akan besarnya rumah Tuan Berry. Sama halnya seperti Noona.
        “Selamat datang, di rumah milik Tuan Berry.” Ujar Hana dengan kedua pelayan yang mengurus keperluannyya. Sama halnya dengan Keith, setiap pelayan yang diberi reward sebagai pelayan terbaik akan mendapatkan 2 pelayan pribadi. Dan yang memilih pelayan tersebut adalah pelayan yang mendapatkan reward.
        “Kau seperti Snow White!” ujar Hana saat Keith berputar di cermin, setelah Hana memakaikan bando khusus pelayan yunior. Mereka tertawa terbahak-bahak.
        “Hana… aku mau kita menjadi sahabat.” Ujar Keith. Hana tersenyum.
        “Mulai sekarang kita akan melakukan segalanya bersama-sama.” Ujar Keith tersenyum. Namun setelah waktu berlalu, Keith mendapatkan reward tersebut.
        “Hana, aku berhasil!” ujar Keith lalu mereka berpelukan. Hana sangat senang karena sahabatnya berhasil. Namun Keith telah tertipu oleh kedua pelayannya.
        “Dia mencoba merebut posisimu… ia mengambil ramuan macademia!” ujar keduanya.
        “Hana! Kau bohong! Kau pendusta! Kau bukan sahabatku! Aku membencimu!” teriak Keith lalu pergi meninggalkan Hana sendirian. Kedua pelayan Keith tersenyum licik kepada Hana
        “Mulai sekarang, aku akan memerintahkan kalian dan kalian harus tunduk kepadaku!” ujar Keith.
        Bahkan pada saat Keith terjatuh di taman, Hana yang melihatnya langsung berlari menuju Keith dan mengulurkan tangannya.
        “Aku akan membantumu, Keith. Raihlah tanganku,” ujar Hana. Keith hanya diam dan berteriak dengan kasar.
        “Aku tidak membutuhkan bantuanmu!” teriak Keith lalu mendorong Hana. Hana menangis lalu menyendiri.
        “Hana, maafkan aku… aku membutuhkanmu… kau sahabatku…” ujar Keith yang menunggui Hana di depan ruang operasi. Noona nampak ingin menenangkan Keith dengan memeluknya. Tiba-tiba saja Bryan menghalangi Noona.
“Bryan, apa yang kau lakukan?” Tanya Noona.
“Kamu tidak perlu melakukan apapun untuk menenangkannya. Ia tak pantas menerimanya.” Ujar Bryan.
“Kau selalu melarangku. Kau tidak pernah berubah.”
Ujar Noona lalu melepas genggaman Bryan. Noona melangkah perlahan ke arah Keith. Ia agak ragu dengan apa yang ia akan lakukan ini. “Aku yakin masih ada kebaikan dalam diri Keith. Ia juga temanku.” Ujar Noona dalam hati. Noona mengulurkan kedua tangannya dan memeluk Keith. Keith tidak menyangka Noona masih dapat memeluk Keith dengan perasaan kasih sayang. Padahal, Keith ingin meracuni Noona.
        “Kenapa kau masih ingin memelukku? Aku gadis yang jahat… aku tidak pantas di peluk…” ujar Keith sambil menangis.
        “Setiap manusia pantas untuk di peluk. Kau juga manusia, jadi kau pantas di peluk.” Ujar Noona. Keith menoleh ke arah Noona.
        “Tapi, aku mencoba meracuni orang yang memelukku. Apa orang yang berniat meracuni pantas untuk di peluk?” Tanya Keith terus menangis. Noona duduk di sebelah Keith. Menggenggam tangannya, menatap matanya.
        “Aku yakin, masih ada kebaikan dalam dirimu. Lagipula, setiap manusia mempunyai kesalahan. Mereka bukan makhluk sempurna. Begitu juga kau.” Ujar Noona.
        “Kau pantas di maafkan,” ujar Noona lalu tersenyum, dan mengusap air mata Keith. Keith tersenyum dengan manis. Bryan yang melihatnya ikut tersenyum. Dokter keluar ruang operasi dengan banyaknya darah. Mereka bertiga menghampiri dokter.
        “Dokter, bagaimana keadaan Hana?” Tanya Noona.
Dokter hanya diam memasang muka masam di wajahnya.
        “Begini, kami telah berusaha dan mengusahakannya semaksimal mungkin. Akan tetapi, kalian terlambat untuk membawanya kemari. Lain kali, bawa secepat mungkin, dan ke rumah sakit terdekat. Maafkan kami. Tapi ia tak ada kesempatan untuk di selamatkan.” Ujar Dokter dan berlalu. Keith sangat shock mendengar berita tersebut. Ia jatuh terduduk dan menangis.
        “Hana… maafkan aku… aku tidak bermaksud… aku tidak mau kau pergi… tolong… kembalilah… aku ingin kita bersama, seperti dulu lagi…” ujar Keith berulang-ulang.
        “Keith… bersabarlah… kau harus tabah…” ujar Noona memeluk Keith.
        “Bryan Berry?” Tanya seseorang yang ternyata  salah satu anggota FBI.
        “Saya sendiri. Ada apa?” Tanya Bryan bingung.
        “Apa kau adalah anak dari Berry Clarisson?” Tanya beliau.
        “Benar, asaya anaknya, ada apa?” tanyanya.
        “Apa kau selaku anak dari beliau mengetahui bahwa Tuan Berry merupakan buronan FBI?” Tanya komando dari mereka.
        “Buronan, FBI?” Tanya Noona bingung. Salah satu dari mereka mengangguk.
        “Setahuku ayah tidak melakukan apapun yang mencelakakan seseorang.” Ujar Bryan karena ia benar-benar tidak tahu.
        “Memang, ia tidak mencelakakan orang lain, tetapi ia membunuhnya.” Ujar beliau dengan wajah masam.
        “Apa sekarang ia telah dimasukkan ke tahanan?” Tanya Noona.
        “Sayangnya belum. Karena ia telah melarikan diri.” Ujar beliau.
        “Melarikan diri?” Tanya Bryan. Mereka bertiga terdiam.
        “Tapi… aku adalah calon menantunya…” ujar Keith sedih.
        “Lebih baik sekarang kita pulang ke rumah.” Ujar Bryan lalu menuntun Keith yang dalam keadaan sangat shock akibat kematian Hana.
Sesampainya di rumah, Bryan melihat para pelayannya sedang berkemas.
        “Apa yang kalian lakukan?” Tanya Bryan kaget saat melihat mereka hendak pergi.
        “Kami tidak akan bekerja lagi disini. Tuan Berry adalah pembunuh. Dan tadi FBI berkata bahwa mereka akan mengosongkan tempat ini. Kita harus pergi, jika tidak mau dimasukkan ke penjara. Percuma kita bekerja disini. Kami belum dibayar, tetapi ternyata tuan Berry hanya seorang pembunuh yang merampas uang dari orang lain!” teriak salah satu dari mereka.
        “Tetapi… kau tidak bisa pergi begitu saja. Aku masih tuanmu.” Ujar Bryan.
        “Tuan? Kau bilang tuan? Sekarang aku bertanya, Tuan Muda, apa kau bisa menggaji lebih dari 100 pelayan disini?” Tanyanya lagi.
        “Aku…”
        “Sudah jelas kau tidak mampu. Kau miskin sekarang!” teriaknya lalu beranjak pergi.
        “Bryan…” ujar Noona mendekatinya. Lebih baik kita ber-istirahat disini untuk sementara waktu. Bagaimanapun kau lelah, aku lelah, Keith lelah, dan Lucy juga lelah. Mengertilah.” Ujar Noona membujuk terus-menerus.
        “Baiklah. Kita akan beristirahat.” Ujar Bryan lalu mereka menuju ruangan Tuan Berry yang lama. Ruangan tersebut terbagi menjadi 2 bagian. Yang 1 untuk Bryan, dan yang 1 untuk Noona, Keith, Dan Lucy.
        Pagi harinya, Noona sudah bangun. Ia merasa mendengar sesuatu. Ia kira itu adalah Lucy. Ia dengan malas menuruni tangga. Ia melihat ada sosok disana. Sosok berwarna hitam. Nampaknya itu manusia biasa berpakaian hitam. Dan dia adalah pria yang berdandan seperti badut. Mungkin agar tidak meninggalkan identitas atau jejak.
        “Lucy?” Tanya Noona agak berteriak.
Pria itu menoleh. Bukan Lucy. Ia menodongkan pistol. Lucy tiba-tiba datang dari belakang.
        “Kakak?” Tanya Lucy. Senapan itu berbalik ke arah Lucy.
        “Siapa dia?” Tanya Lucy.
Pria itu hendak menembakkan senapannya. Noona Nampak kaget lalu memelototinya
        “Lucy, pergi.” Ujar Noona.
        “Kakak…” ujar Lucy ketakutan.
        “Pergi!!!!!” teriak Noona.
Senapan diluncurkan. Noona mencoba untuk melindungi Lucy. Namun peluru tersebut melesat dengan cepat dan mengenai tepat di dada Lucy.
Lucy terjatuh dan pingsan.
        “Lucy!!!!!!” teriaknya.
Noona berlari ke arah Lucy. Pria yang berpakaian hitam tadi tiba-tiba menghilang.
        “Lucy…” ujar Noona memeluk Lucy dengan erat. Lucy Nampak sangat kesakitan. Noona mencoba untuk menahan darah yang keluar dari dada Lucy.
        “Ka… kak…” ujar Lucy terbata-bata.
        “Lucy… bertahanlah…” ujar Noona. Lucy lagaknya sudah tidak kuat lagi.
        “To… tolong…” ujar Lucy sambil mencoba mengangkat tangannya.
        “Ada apa?” Tanya Noona. Tetapi, belum sempat Lucy menunjukkannya, ia sudah tiada. Noona sangat kaget sekaligus tidak percaya apa yang telah ia lihat ini.
        “Lucy!!!!!” teriak Noona lalu menangis terisak-isak.
        “Bryan!!!! Keith!!!” teriak Noona memanggil kedua orang itu. Seketika mereka yang mendengar suara tembakan itu langsung turun. Keith yang melihat Nampak sangat sedih. Sementara Bryan langsung menggotong Lucy menuju Rumah Sakit. Sudah terlambat. Lucy telah pergi meninggalkan mereka semua. Kepergian Lucy merupakan hal yang paling menyakitkan dalam hidupnya. Namun mereka hanya mengubur Lucy. Mereka belum memberi batu nisan. Hanya foto Lucy. Sebab, Lucy dan Noona tidak punya agama.
        Noona terus menatap ke arah foto Lucy sambil meneteskan air mata.
        “Selamat tinggal… Lucy…” ujar Noona lalu memandang langit
        “Noona...” ujar salah seorang suster di Rumah sakit tersebut. Noona menoleh dengan tatapan kesedihan yang ia rasakan. Sangat terlihat bahwa Noona mengalami banyak masalah.
        “Ada apa suster?” tanya Noona yang nampak sangat kesedihan.
        “Kau akan aku rawat, kau mau?” tanya Suster tersebut. belum pernah Noona meendengar kata-kata yang begitu halus dan penuh perasaan seperti itu.
        “Kuyakini kau bisa melakukan sesuatu yang sangat hebat. Setiap orang di dunia ini dapat melakukan sesuatu yang berguna, dan juga dapat membanggakan dunia ini.” Ujar Suster tersebut yang membuat ia tidak memahaminya.
        “Aku tidak mengerti...” ujar Noona kebingungan.
        “Kau... maukah kau menjadi anakku?” tanya beliau dengan mata berbinar-binar. Noona sangat kaget. Ia tidak menyangka ada orang yang mau melakukan hal seperti itu untuknya. Ia pasti akan mendapatkan segalanya. Agama, uang, tempat berteduh, teman... segalanya. Ia akan mendapatkan yang ia inginkan. Semenjak itu hatinya menjadi bimbang.

 Nah... itulah cuplikan novel Fate part 5 yang akan aku terbitkan... siapa sih Tuan Berry? kenapa suster itu ingin mengadopsi Noona? apakah Noona setuju dengan keputusan tersebut? Tunggu terbitannya yaaaa