“Keith…
mau apa kau dengan ramuan macademia?” Tanya Tuan Berry.
“Kau
ingin meracuni Noona?” Tanya Bryan. Noona menatap ketiganya secara bergantian.
“Racun
apa? apa yang kalian bicarakan ini?” Tanya Noona kebingungan. Tuan Berry dan
Bryan saling berpandangan.
“Bryan,
bawa Noona.” Ujar Tuan Berry sambil mengendap-endap mengambil Vas bunga yang
berada di belakangnya. Bryan menangkap tangan Noona lalu membawanya pergi
menjauh. Keith jatuh duduk untuk menerima hukuman dari Tuan Berry. Ramuan
macademia tumpah di lantai. Noona yang melihat kejadian itu langsung memelototi
Bryan yang berada di belakangnya.
“Apa-apaan
ini? Bryan lepaskan aku!!!” teriak Noona mencoba melepaskan genggaman tangan
Bryan. Mereka semakin menjauh. Dan semakin jauh.
“Tuan…!!!
Jangan sakiti dia…!!!” teriak Noona menangis.
Keith yang mendengar tangisan
Noona menoleh. Wajah Noona tampak sangat sedih.
“Ini
balasan yang terbaik untukmu, Keith.” Ujar Tuan Berry mengangkat vas bunga
tersebut.
“Maafkan
aku, Noona.” Ujar Keith yang menyadari
perbuatannya. Selama ini ia hanya mementingkan diri sendiri.
“Mungkin,
ini cara yang paling tepat untukku.” Ujar Keith. Ia tersenyum pada Noona, lalu
menunduk dan memejamkan matanya.
“Tuan…!!!
Aku mohon… jangan…” teriak Noona. Lucy yang mendengar jeritan kakaknya langsung
kaget.
“Kakak…”
ujarnya perlahan. Ia berlari menuju sumber suara. Saat Lucy melihat Tuan Berry,
ia sangat shock.
“Hyah!!!”
teriak Tuan Berry mengayunkan Vas bunga ke arah Keith. Noona dan Lucy
berteriak.
“Tidak…!!!”
PRAKK!!!
Vas bunga sudah terpecah dan pecahannya berserakan di lantai. Namun bukan Keith
yang terkena Vas bunga tersebut, melainkan Hana yang sedari tadi melihat apa
yang terjadi. Ia sebenarnya bersembunyi di belakang pintu kamar mandi. Hana
jatuh dan pingsan. Seluruh mata tertuju kepada Tuan Berry dan Hana secara
bergantian. Begitu juga Bryan. Ia melepaskan genggamannya. Yang pertama datang
menuju Hana adalah Keith.
“Hana…!!!”
Teriak Keith. Ia memeluk Hana dan langsung menahan darah yang terus bertumpahan
keluar dari kepala Hana. Noona berlari ke arah Hana. Lucy berdiri terpaku pada
tempatnya. Menangis sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Bryan
menggotong tubuh Hana lalu memerintah Noona untuk memanggil Ambulan, sementara
Keith menahan darah Hana yang terus keluar.
“Hana…”
ujar Keith perlahan. Ia mengingat saat pertama kali menjadi pelayan di keluarga
Tuan Berry. Hana adalah pembantu terbaik pada masanya. Keith tampak
terkagum-kagum akan besarnya rumah Tuan Berry. Sama halnya seperti Noona.
“Selamat
datang, di rumah milik Tuan Berry.” Ujar Hana dengan kedua pelayan yang
mengurus keperluannyya. Sama halnya dengan Keith, setiap pelayan yang diberi
reward sebagai pelayan terbaik akan mendapatkan 2 pelayan pribadi. Dan yang
memilih pelayan tersebut adalah pelayan yang mendapatkan reward.
“Kau
seperti Snow White!” ujar Hana saat Keith berputar di cermin, setelah Hana
memakaikan bando khusus pelayan yunior. Mereka tertawa terbahak-bahak.
“Hana…
aku mau kita menjadi sahabat.” Ujar Keith. Hana tersenyum.
“Mulai
sekarang kita akan melakukan segalanya bersama-sama.” Ujar Keith tersenyum.
Namun setelah waktu berlalu, Keith mendapatkan reward tersebut.
“Hana,
aku berhasil!” ujar Keith lalu mereka berpelukan. Hana sangat senang karena
sahabatnya berhasil. Namun Keith telah tertipu oleh kedua pelayannya.
“Dia
mencoba merebut posisimu… ia mengambil ramuan macademia!” ujar keduanya.
“Hana!
Kau bohong! Kau pendusta! Kau bukan sahabatku! Aku membencimu!” teriak Keith
lalu pergi meninggalkan Hana sendirian. Kedua pelayan Keith tersenyum licik
kepada Hana
“Mulai
sekarang, aku akan memerintahkan kalian dan kalian harus tunduk kepadaku!” ujar
Keith.
Bahkan
pada saat Keith terjatuh di taman, Hana yang melihatnya langsung berlari menuju
Keith dan mengulurkan tangannya.
“Aku
akan membantumu, Keith. Raihlah tanganku,” ujar Hana. Keith hanya diam dan
berteriak dengan kasar.
“Aku
tidak membutuhkan bantuanmu!” teriak Keith lalu mendorong Hana. Hana menangis
lalu menyendiri.
“Hana,
maafkan aku… aku membutuhkanmu… kau sahabatku…” ujar Keith yang menunggui Hana
di depan ruang operasi. Noona nampak ingin menenangkan Keith dengan memeluknya.
Tiba-tiba saja Bryan menghalangi Noona.
“Bryan,
apa yang kau lakukan?” Tanya Noona.
“Kamu
tidak perlu melakukan apapun untuk menenangkannya. Ia tak pantas menerimanya.”
Ujar Bryan.
“Kau
selalu melarangku. Kau tidak pernah berubah.”
Ujar Noona lalu melepas genggaman
Bryan. Noona melangkah perlahan ke arah Keith. Ia agak ragu dengan apa yang ia
akan lakukan ini. “Aku yakin masih ada kebaikan dalam diri Keith. Ia juga
temanku.” Ujar Noona dalam hati. Noona mengulurkan kedua tangannya dan
memeluk Keith. Keith tidak menyangka Noona masih dapat memeluk Keith dengan
perasaan kasih sayang. Padahal, Keith ingin meracuni Noona.
“Kenapa
kau masih ingin memelukku? Aku gadis yang jahat… aku tidak pantas di peluk…”
ujar Keith sambil menangis.
“Setiap
manusia pantas untuk di peluk. Kau juga manusia, jadi kau pantas di peluk.”
Ujar Noona. Keith menoleh ke arah Noona.
“Tapi,
aku mencoba meracuni orang yang memelukku. Apa orang yang berniat meracuni
pantas untuk di peluk?” Tanya Keith terus menangis. Noona duduk di sebelah
Keith. Menggenggam tangannya, menatap matanya.
“Aku
yakin, masih ada kebaikan dalam dirimu. Lagipula, setiap manusia mempunyai
kesalahan. Mereka bukan makhluk sempurna. Begitu juga kau.” Ujar Noona.
“Kau
pantas di maafkan,” ujar Noona lalu tersenyum, dan mengusap air mata Keith.
Keith tersenyum dengan manis. Bryan yang melihatnya ikut tersenyum. Dokter
keluar ruang operasi dengan banyaknya darah. Mereka bertiga menghampiri dokter.
“Dokter,
bagaimana keadaan Hana?” Tanya Noona.
Dokter hanya diam memasang muka
masam di wajahnya.
“Begini,
kami telah berusaha dan mengusahakannya semaksimal mungkin. Akan tetapi, kalian
terlambat untuk membawanya kemari. Lain kali, bawa secepat mungkin, dan ke
rumah sakit terdekat. Maafkan kami. Tapi ia tak ada kesempatan untuk di
selamatkan.” Ujar Dokter dan berlalu. Keith sangat shock mendengar berita
tersebut. Ia jatuh terduduk dan menangis.
“Hana…
maafkan aku… aku tidak bermaksud… aku tidak mau kau pergi… tolong… kembalilah…
aku ingin kita bersama, seperti dulu lagi…” ujar Keith berulang-ulang.
“Keith…
bersabarlah… kau harus tabah…” ujar Noona memeluk Keith.
“Bryan
Berry?” Tanya seseorang yang ternyata
salah satu anggota FBI.
“Saya
sendiri. Ada apa?” Tanya Bryan bingung.
“Apa
kau adalah anak dari Berry Clarisson?” Tanya beliau.
“Benar,
asaya anaknya, ada apa?” tanyanya.
“Apa
kau selaku anak dari beliau mengetahui bahwa Tuan Berry merupakan buronan FBI?”
Tanya komando dari mereka.
“Buronan,
FBI?” Tanya Noona bingung. Salah satu dari mereka mengangguk.
“Setahuku
ayah tidak melakukan apapun yang mencelakakan seseorang.” Ujar Bryan karena ia
benar-benar tidak tahu.
“Memang,
ia tidak mencelakakan orang lain, tetapi ia membunuhnya.” Ujar beliau dengan
wajah masam.
“Apa
sekarang ia telah dimasukkan ke tahanan?” Tanya Noona.
“Sayangnya
belum. Karena ia telah melarikan diri.” Ujar beliau.
“Melarikan
diri?” Tanya Bryan. Mereka bertiga terdiam.
“Tapi…
aku adalah calon menantunya…” ujar Keith sedih.
“Lebih
baik sekarang kita pulang ke rumah.” Ujar Bryan lalu menuntun Keith yang dalam
keadaan sangat shock akibat kematian Hana.
Sesampainya di rumah, Bryan
melihat para pelayannya sedang berkemas.
“Apa
yang kalian lakukan?” Tanya Bryan kaget saat melihat mereka hendak pergi.
“Kami
tidak akan bekerja lagi disini. Tuan Berry adalah pembunuh. Dan tadi FBI
berkata bahwa mereka akan mengosongkan tempat ini. Kita harus pergi, jika tidak
mau dimasukkan ke penjara. Percuma kita bekerja disini. Kami belum dibayar,
tetapi ternyata tuan Berry hanya seorang pembunuh yang merampas uang dari orang
lain!” teriak salah satu dari mereka.
“Tetapi…
kau tidak bisa pergi begitu saja. Aku masih tuanmu.” Ujar Bryan.
“Tuan?
Kau bilang tuan? Sekarang aku bertanya, Tuan Muda, apa kau bisa menggaji lebih
dari 100 pelayan disini?” Tanyanya lagi.
“Aku…”
“Sudah
jelas kau tidak mampu. Kau miskin sekarang!” teriaknya lalu beranjak pergi.
“Bryan…”
ujar Noona mendekatinya. Lebih baik kita ber-istirahat disini untuk sementara
waktu. Bagaimanapun kau lelah, aku lelah, Keith lelah, dan Lucy juga lelah.
Mengertilah.” Ujar Noona membujuk terus-menerus.
“Baiklah.
Kita akan beristirahat.” Ujar Bryan lalu mereka menuju ruangan Tuan Berry yang
lama. Ruangan tersebut terbagi menjadi 2 bagian. Yang 1 untuk Bryan, dan yang 1
untuk Noona, Keith, Dan Lucy.
Pagi
harinya, Noona sudah bangun. Ia merasa mendengar sesuatu. Ia kira itu adalah
Lucy. Ia dengan malas menuruni tangga. Ia melihat ada sosok disana. Sosok
berwarna hitam. Nampaknya itu manusia biasa berpakaian hitam. Dan dia adalah
pria yang berdandan seperti badut. Mungkin agar tidak meninggalkan identitas
atau jejak.
“Lucy?”
Tanya Noona agak berteriak.
Pria itu menoleh. Bukan Lucy. Ia
menodongkan pistol. Lucy tiba-tiba datang dari belakang.
“Kakak?”
Tanya Lucy. Senapan itu berbalik ke arah Lucy.
“Siapa
dia?” Tanya Lucy.
Pria itu hendak menembakkan
senapannya. Noona Nampak kaget lalu memelototinya
“Lucy,
pergi.” Ujar Noona.
“Kakak…”
ujar Lucy ketakutan.
“Pergi!!!!!”
teriak Noona.
Senapan diluncurkan. Noona
mencoba untuk melindungi Lucy. Namun peluru tersebut melesat dengan cepat dan
mengenai tepat di dada Lucy.
Lucy terjatuh dan pingsan.
“Lucy!!!!!!”
teriaknya.
Noona berlari ke arah Lucy. Pria
yang berpakaian hitam tadi tiba-tiba menghilang.
“Lucy…” ujar
Noona memeluk Lucy dengan erat. Lucy Nampak sangat kesakitan. Noona mencoba
untuk menahan darah yang keluar dari dada Lucy.
“Ka… kak…” ujar
Lucy terbata-bata.
“Lucy…
bertahanlah…” ujar Noona. Lucy lagaknya sudah tidak kuat lagi.
“To… tolong…”
ujar Lucy sambil mencoba mengangkat tangannya.
“Ada apa?” Tanya
Noona. Tetapi, belum sempat Lucy menunjukkannya, ia sudah tiada. Noona sangat
kaget sekaligus tidak percaya apa yang telah ia lihat ini.
“Lucy!!!!!”
teriak Noona lalu menangis terisak-isak.
“Bryan!!!!
Keith!!!” teriak Noona memanggil kedua orang itu. Seketika mereka yang
mendengar suara tembakan itu langsung turun. Keith yang melihat Nampak sangat
sedih. Sementara Bryan langsung menggotong Lucy menuju Rumah Sakit. Sudah
terlambat. Lucy telah pergi meninggalkan mereka semua. Kepergian Lucy merupakan
hal yang paling menyakitkan dalam hidupnya. Namun mereka hanya mengubur Lucy.
Mereka belum memberi batu nisan. Hanya foto Lucy. Sebab, Lucy dan Noona tidak
punya agama.
Noona terus
menatap ke arah foto Lucy sambil meneteskan air mata.
“Selamat tinggal…
Lucy…” ujar Noona lalu memandang langit
“Noona...” ujar salah seorang suster di Rumah sakit tersebut.
Noona menoleh dengan tatapan kesedihan yang ia rasakan. Sangat terlihat bahwa
Noona mengalami banyak masalah.
“Ada apa suster?” tanya Noona yang nampak sangat kesedihan.
“Kau akan aku rawat, kau mau?” tanya Suster tersebut. belum
pernah Noona meendengar kata-kata yang begitu halus dan penuh perasaan seperti
itu.
“Kuyakini kau bisa melakukan sesuatu yang sangat hebat.
Setiap orang di dunia ini dapat melakukan sesuatu yang berguna, dan juga dapat
membanggakan dunia ini.” Ujar Suster tersebut yang membuat ia tidak
memahaminya.
“Aku tidak mengerti...” ujar Noona kebingungan.
“Kau... maukah kau menjadi anakku?” tanya beliau dengan mata
berbinar-binar. Noona sangat kaget. Ia tidak menyangka ada orang yang mau
melakukan hal seperti itu untuknya. Ia pasti akan mendapatkan segalanya. Agama,
uang, tempat berteduh, teman... segalanya. Ia akan mendapatkan yang ia
inginkan. Semenjak itu hatinya menjadi bimbang.
Nah... itulah cuplikan novel Fate part 5 yang akan aku terbitkan... siapa sih Tuan Berry? kenapa suster itu ingin mengadopsi Noona? apakah Noona setuju dengan keputusan tersebut? Tunggu terbitannya yaaaa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar