Seperti
biasa, Sebagai Siswi kelas 8 SMP, harus bangun pagi-pagi sekali. Namaku Chika
Chakima. Aku lebih rajin daripada kakakku Chiko, ataupun kedelapan adikku.
Yaitu Chiku, Choki, Chaka, Chaki, Choka, Chaku, Chiki, dan Choko.
“Chika
jangan menginjak mainan Choko, karena aku yakin dia akan menangis.” Ujar Ibu,
orang tersibuk di dunia. Semuanya dilakukan oleh ibu. Ayah, selalu bekerja
paruh waktu tanpa henti.
“Saatnya
aku pergi. Sebulan lagi aku akan pulang.”
Chiko, sudah
menempati bangku SMA. Ia sangat menyayangi pacarnya, yang bernama Caroline.
“Aku
akan menemuimu di kelas… aku janji…” ujarnya suatu hari di telepon genggam.
Chiku, laki-laki yang
sangat egois. Tak pernah sesekali mementingkan orang lain. Menurutku, apabila
Ia kelak menjadi miskin, aku TIDAK AKAN PERNAH memungutnya dan menganggapnya
sebagai adikku.
“Aku
tak ingin memberimu uang karena nantinya aku akan bangkrut. Aku tidak mau uang
sakuku dikurangi untuk pengemis sepertimu!” ujarnya kepada seorang pengemis
yang datang ke rumah.
Choki. Ia sekarang
kelas 5 SD. Sangat suka merusak barang terutama barang adik-adiknya. Tak pantas
disebut sebagai, ‘kakak’
“Ini
adalah hakku untuk mengambil mainanmu… hahaha…”
Chaka, Chaki, dan
Choka. Mereka adalah anak kembar. Tidak kembar identik, namun masing masing
selisih usia mereka 5 menit. Sifat yang dimiliki sangatlah berbeda. Chaka, anak
yang ambisius.
“Tidak!
Jawaban yang benar adalah Endonesia! Bukan Indonesia!”
Chaki, si pendiam
yang hanya dapat angguk-angguk atau geleng-geleng.
Choka. Berbadan besar
dan paling bisa menghabiskan makanan di rumah. Mereka bertiga sekarang duduk di
kelas 3 SD.
Chaku. Hm… Lumayan
baik, namun ia sangat usil, jail, dan ceroboh.
“Aku
tidak menempelkan permen karet itu. Aku mulanya aku mengunyahnya.”
Baiklah. Sekarang
Chiki. Chiki adalah satu-satunya perempuan di 10 bersaudara ini, selain aku.
Chiki masih duduk di TK-A. Mungkin belum begitu terlihat sikapnya. Tapi aku
akui, dia adalah siswi yang bola matanya dikelilingi oleh uang.
“Aku mau itu… aku mau
ini…”
Choko. Belum bisa
dilihat sikapnya. Yah… dia adalah bayi usia 6 bulan.
Sedangkan
aku, Sebagai kakak perempuan, Selalu mendapat imbasnya. Melerai Chaka dan
Choki, menyembunyikan makanan dari Choka, menghalangi Chaku menjaili adik-adik…
dan aku menjadi panutan yang harus bersikap sebaik mungkin.
“Choko, jangan gigit
garpu…” ujarku menarik garpu tersebut.
“Oeeee!” Choko
menatapku dengan wajah yang sembap.
“Aw… aku hanya
bercanda… oke?” Ujarku lalu menggendongnya.
“Chika tidak ada
waktu lagi untuk berbasa-basi. Adik-adikmu harus berangkat sekolah sekarang.
Jadi, mungkin Chiko akan mengantar kalian.” Ujar Ibu yang sudah selesai
membereskan sisa-sisa sarapan pagi ini.
“Aku akan menyetir.”
Ujarku menyerahkan Choko kepada ibu.
“Tidak. Kau belum
diizinkan.” Ibu melarang dilengkapi gerakan tubuh.
“Apa kau tahu
seberapa lama Chiko menelpon pacarnya?” Tanyaku mengingatkan setiap saat Chiko
menyetir ia selalu menelpon kekasihnya dalam waktu kurang lebih 30 menit.
“Akan kuberitahu dia
nanti,” ujar Ibu lalu melanjutkan pekerjaannya.
“Aku lebih baik naik
bus kota,” ujarku lalu pergi. Pagi-pagi begini aku yakin akan ada yang
mengacaukan pagi indahku. Siapa lagi kalau bukan tetangga sebelah, Andreas
Matulessi. Ia… suka sekali membuntutiku. Seperti Bodyguard.
“Selamat pagi… Chika
Chakima. Aw… keluarga harmonis yang selalu aku suka.” Ujar Andreas.
“Setiap pagi kau
mengatakan hal yang sama. Dan kau tahu itu. Untuk apa kau melakukannya?”
tanyaku bingung.
“Aku tak tahu.” Ujar
Andreas menggelengkan kepalanya.
“Hei, Chika... Kau mau ikut lomba tidak? Kudengar kau mahir membuat
karangan seperti Lagu,” Ujar Andreas berjalan mengikutiku.
“Aku tidak begitu tertarik mengikuti lomba seperti itu. Kau mengikuti lomba
tersebut Andreas?” tanyaku.
“Tidak... aku tidak mahir dan aku tak begitu suka.” Andreas menggelengkan
kepalanya. Ia menunjukkan ekspresi tidak suka.
“Memang apa hadiah untuk lomba tersebut?” tanyaku.
“Lumayan banyak. Ada SmartPhone, TV LED, banyak deh!” Andreas membujuk.
Aku sebenarnya
tidak begitu tertarik karena harus masih mengurus adik-adikku yang bawel.
Sesampainya di
Halte Bus, aku melihat
Anin, Teman sekelasku yang sangat pendiam. Setiap hari ia selalu berangkat
pagi-pagi untuk membersihkan mejanya dari kotoran ayam yang selalu diberikan
oleh teman nakalku, Aldo.
“Hai nin,” ujarku pelan. Aku duduk
disebelahnya. Andreas menyusul dari belakang, membawa Botol Aqua 1 ½ Liter.
“Andreas, untuk apa itu?” tanyaku.
“Apanya?” tanya Andreas bingung.
“Itu...” ujarku menunjuk botol minum
yang dibeli Andreas.
Andreas melihat
kearah botol minumnya.
“Ooooh, Ini? Ini adalah persediaan
minumku. Sehari aku bisa menghabiskannya.” Andreas tersenyum manis.
“Anin, kau sudah mengerjakan Tugas
dari bu guru matematika?” tanyaku.
Anin mengangguk.
Ia adalah seorang yang sangat pendiam.
Bus Trans sudah tiba. Banyak penumpang
yang masuk sehingga terpaksa aku dan Andreas berdiri. Anin sudah dapat tempat
duduk. Ia sangat beruntung, batinku.
Saat seorang
nenek sedang mencari tempat duduk, Anin segera berdiri mempersilahkan nenek itu
duduk. Subhanallah...
“Baik
sekali Anin…” ujarku kepada Andreas.
“Kau
seperti tidak tahu sikap orang-orang baik seperti itu… mereka selalu membawa
buku kesana-kemari… Bersikap sopan… pendiam… sedangkan kau? Kebalikannya,”
Sindir Andreas.
“Setidaknya
aku tidak mengerjai anak kecil saat mereka bermain,” ujarku memukul Andreas
pelan.
Sampai
di sekolah. SMP Margarinch. Nama sekolah yang cukup aneh. Aku harus berjalan
cukup jauh karena letaknya di Atas bukit, Bus tak mungkin naik.
“Aku
ingin menanyakan beberapa pertanyaan, kenapa ada orang sepertimu yang sangat
menyebalkan?” tanyaku heran.
“Mau
tau kenapa?” Tanya Andreas. Aku mengangguk.
“Karena
itu takdir,” Bisiknya pelan.
Aku memandangnya
heran, ia sangat bijaksana namun suka meledek orang. Dari kejauhan kau akan
melihat payung kecil berwarna Pink, Seorang gadis dikelilingi Lima orang Body
Guard. 2 Orang berbadan besar didepan, dua lagi dibelakang dan satu orang
pendek membawa payung diserong. Namanya, Luciana Fernando. Ia adalah gadis yang
sangaaaaaat kaya. Well, aku dan Andreas biasa saja kepadanya, tetapi tingkah
lakunya baik, ia suka sekali fashion.
Tiba-tiba, seseorang
menabrakku dari belakang. Ia adalah Fredric Arsenal. Ia sangat ceroboh. Ia
pernah menumpahkan susunya kearahku, melempar ember berisi air kepadaku, Menginjakku…
Errr… aku ingin sekali memukulnya. Tapi aku tak tega karena ia benar-benar tak
sengaja. Ia hanya… perlu mengontrol dirinya.
Kita… Memiliki geng…
bernama… Gopak. Terdiri dari aku, Andreas, Lucy, dan Fredric.
“Fred… aku ingin
bertanya soal kemarin…” ujar Lucy. Fred adalah panggilan akrab dari Fredric.
“Soal itu… anu… Lucy…
a… a… aku… tt… tidak sengaja…” Ujar Fred kepada Lucy. Lucy juga merupakan
panggilan Luciana juga. By The Way, Lucy marah karena kemarin, saat kami
belajar bersama di rumah Lucy, neneknya berkunjung. Fred baru keluar dari
toilet untuk buang air… Karena lokasi kami dekat kolam renang, dan ada beberapa
Pelayan sedang mengepel, Fred terpeleset dan menabrak neneknya Lucy sehingga
keduanya tercebur kedalam air. Oh ya, Fred sempat menabrak papan Wet Floor yang
sangat besar membuat kakinya mendorongnya sehingga mengenai kaki nenek.
Kabarnya nenek harus mendapatkan perawatan di Rumah Sakit.
“Sudahlah…” ujarku
menenangkan Lucy.
“Siapa yang marah?
Aku tidak marah. Kita ini kan, teman. Betul?” ujar Lucy tersenyum ceria.
Amarahnya hilang seketika. Ternyata itu hanya Akting.
“Betul…” ujar Andreas
menepuk bahu Fred. Aku tersenyum melihat mereka.
Kringggg!!!!!!!!!!!!
Bel sekolah berbunyi. Gopak menuju kelas
masing-masing. Ruangan kami berbeda, Andreas dan Fred ada di kelas 7A, aku
berada di kelas 7B, sementara Lucy di kelas 7D.
“Hai
Chika…”
“Hai
Chika…”
“Pagi
Chika…”
“Chika…
apa kabar?”
“Halo
Chika…”
Pagi ini semua orang menyapaku. Aku hanya dapat
menjawabnya dengan senyuman, karena tak ada kesempatan menjawab dengan ucapan.
Mrs. Almond, guru seni tari memasuki kelasku. Padahal ini bukan jamnya.
Sekarang seharusnya ia berada di ruangan 7A.
“Morning
Student…” ujar beliau ramah selagi memasang sesuatu di papan tulis.
“Morning
ma’am…” jawab murid-murid seraya mendekati Mrs. Almond. Mrs. Almond membalikkan
badan yang membuat terkejut anak-anak lalu kembali ke tempat duduk
masing-masing.
“Saya
akan mengumumkan sesuatu. Kemarin diadakan rapat guru tentang kesenian Drama
dalam pentas seni yang diadakan bulan depan. Akhirnya, kami memutuskan akan
memberikan tema yang berbeda dalam setiap perwakilan kelas. Dan tema untuk
kelas 7B adalah… “Alice in Wonderland” Untuk nantinya dipertimbangkan oleh
ketua kelas. Dalam pembagian peran.” Ujar beliau lalu berlalu.
Ketua kelas? Aku ketua kelas 7B. Now… what should
I do???
“Begini
saja… kita akan mengadakan Voting untuk peran. Peran Alice in Wonderland sangat
banyak. Pastilah semua mendapat peran.” Ujarku.
Hm... itu belum sepenuhnya part 1 dari novel Chakima Family. Gimana? seru kan? pasti penasaran, tunggu terbitan novel keduaku ini yaaa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar